Hey ^^

Saturday, April 18, 2015

Kamu.. Jangan Kembali

Ketika malam meniupkan anginnya, seketika tulang tulang bergeretak.
Persendian terasa ngilu. Dan tubuh bergidik tak kuasa menahan dinginnya angin malam.
Bersama dengan angin itu, ada sepercik rasa yang juga kau sampaikan.
Yang tak teraba namun jelas terasa...mengganggu.
Ingatkah kamu ketika kedua mata kita bertatap? Ketika kamu mengalirkan ribuan ampere arus listrik. Yang bahkan aku semdiri tak sanggup menerimanya?
Ingatkah ketika kamu sebarkan benih benih rasamu..padaku? Kemudian kamu sirami itu setiap saat, kamu pupuki, hingga benih itu tumbuh subur menjalari tanah pijakannya.
Ingatkah kamu ketika menenangkan segala kekalutanku dan selalu ada di saat yang tepat? Yang membuatku merasa nyaman dan menikmatinya?
Hingga suatu ketika aku mulai menyadari benih itu tumbuh terlalu subur, menyingkirkan benih benih lain yang kalah tangguh, mematenkan daerah kekuasaannya hingga benih itu begitu dominan disana. Dan mematri nama pemilik benih itu tanpa bertanya apakah tanah mengizinkan ada nama yang terlukis disana.
Benih itu semakin tumbuh, muncul satu, dua, hingga cukup banyak kuncup yang akan mekar menjadi bunga bunga.
Aku memetiknya beberapa, menatanya dengan rapi, dan membawanya padamu. Ingin kuperlihatkan bahwa bunga itu begitu indah. Namun apa yang kudapat? Kamu berkata tak pernah menebar benih apapun. Kamu bahkan menyerapahiku untuk pergi. Dan jangan kembali.
Aku hancur, rapuh, bagaimana bisa rasa itu hilang begitu saja setelah kamu dengan seenaknya menebarnya. Otakmu terantuk apa? Apa kamu sadar? Aku butuh waktu untuk memulihkan dan menetralkan hatiku. Untuk bisa berjalan lagi, tanpa ada setitik rasamu yang tertinggal.
Lalu kini? Tiba tiba kamu datang. Mengusik ketenanganku, yg dengan susahnya aku susun selama ini. Tidak. Hatiku tak boleh sedikitpun bergetar. Ini salah. Ini bukan tempatmu. Kamu harus pergi. Aku membencimu, sebesar rasa yang pernah kamu tumbuhkan disini. Seluas tanah yang pernah didominasi oleh rasamu. Aku ingin kamu pergi. Pergi. Pergilah. Aku tak butuh kamu. Aku tak mau kamu ada disini. Untuk sekedar menjejakkan kaki, apalagi bertahan. Aku muak dengan segala permainanmu. Yang kamu anggap itu lucu. Tidak. Yang kamu permainkan itu hati. Sadarlah. Pergilah, aku tak ingin kamu..kembali.

Wednesday, June 11, 2014

Ketika jarak...

Ratusan ribu meter, ratusan kilometer, terbentang sebuah jarak di antara kita.
Aku tahu, kamu pun tahu, akan adanya jarak itu semakin sulit hubungan kita.
Bercakap pun sulit, apalagi...kamu tahu, bertatap.
Pertemuan yang amat sangat jarang. Percakapan yang hanya kadang-kadang saja.
Dengan rindu yang amat sangat mengganggu ketika tertahan.
Dengan perdebatan-perdebatan kecil yang sering terjadi di antara kita.
Kita selalu dan selalu mencoba untuk dewasa dalam menyikapinya.

Pikiran-pikiran yang muncul ketika malam tiba.
Memikirkan apabila kita, apabila kita...berdekatan satu sama lain.
Namun pikiran-pikiran itu mampu ketepis.
Tergantikan dengan "Jarak ini, akan mendewasakan kita, mendewasakan hubungan kita. Mengubah pola pemikiran kita yang mungkin terlalu tidak realistis. Mungkin raga kita memang terpisah oleh jarak. Namun, kita berdua sama-sama tahu bahwa hati kita selalu dekat."